Masih Ingin Menikahi Gadis Aceh? Pikir-Pikir Dulu


gadis aceh


Mengucapkan kata will you marry me memang mudah, namun hal itu tak segampang membalikkan telapak tangan jika di Aceh. Semua orang mau menikah, tidak terkecuali Anda. Jika usia telah matang dan fisik sudah siap, materi maupun mental juga sudah ok, pernikahan adalah hal wajar dan dianjurkan dalam Islam.

Namun, menikah dengan gadis Aceh tidak segampang orang ngomong di warung kopi. Aturan main yang lebih dikenal dengan sebutan budaya sangat erat kaitannya untuk laki-laki maupun perempuan yang ingin menikah.

Budaya ini pula yang membuat laki-laki Aceh lebih galau dan pusing tujuh kepayang daripada perempuan. Hanya di Aceh saja urusan menikah mesti membayar mahar yang cukup lumayan besar.

Dalam Islam mahar adalah kewajiban seorang laki-laki dalam meminang seorang perempuan. Dalam hal ini Islam telah mengatur dengan sedemikian rupa, Islam tidak membatasi besar mahar yang wajib dikeluarkan.

Rasulullah saw berkata, “Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk mas kawinnya?” Lalu laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah S.A.W bersabda kembali, “Carilah sekalipun sebuah cincin dari besi!” (HR. Muslim). 

Aceh memang sebuah daerah yang unik, syariat Islam telah diterapkan di sana. Kendatipun demikian, urusan pinangan seorang laki-laki kepada anak gadis tidak berlaku “aturan main" di Tanah Rencong.

Jika hanya bermodal cincin besi saja maka untuk meminang gadis Aceh bisa kita katakan hanya sebatas mimpi saja, ini hal yang mustahil. Gadis Aceh hanya akan menerima pinangan mahar emas, sekalipun hanya 1 gram saja, bila ada yang setuju silakan lanjut.

Persoalan yang tak mudah di mana pun berada, terutama di Indonesia, ditanya kapan kawin? Padahal urusan kawin ini tentu sangat sensitif dan rahasia sekali, terlebih pada mereka yang telah berumur dan belum menemukan pendamping hidupnya. Akan tetapi, urusan kawin di Aceh justru memiliki ketertarikan tersendiri, baik bagi kaum laik-laki maupun perempuan.

Menikahi gadis Aceh terasa berat jika pernikahan itu dilakukan dengan baik-baik, melibatkan dua keluarga, bukan pernikahan karena sebab-akibat yang kemudian mendatangkan malu dan resepsi pernikahan menjadi tidak megah.

Sebelum menjadi dara baro dan linto baro atau ratu dan raja satu hari, perempuan yang menunggu dilamar memang tidak khawatir jika orang tuanya telah setuju menikahinya. Bagi laki-laki dihadang oleh masalah cukup membuat pusing tujuh kali lipat, terutama dalam hal menyiapkan mahar.

Jeulame (Mahar)


Mahar menjadi ukuran sebuah pernikahan disetujui oleh kedua pihak keluarga. Mahar seperangkat alat solat tidak cukup untuk mendapatkan gadis Aceh, sekalipun Islam membenarkan hal demikian.

Mahar gadis Aceh adalah emas. Ingin meminang gadis Aceh siapkan emas paling kurang 9 mayam. Apabila belum ada emasnya, ya mau gimana lagi, kerja dulu sebelum mengetuk pintu rumah perempuan yang dicintai dengan segenap cinta dan berharap bahagia dalam rumah tangga kelak.

Gadis Aceh dipinang dengan  mahar emas, kenapa bigitu? bukan karena emas itu mahal. Hal ini karena sudah menjadi kebiasaan secara turun-temurun,  dan menjadi ukuran bahwa emas adalah mahar terbaik. Tidak ada emas sama dengan tak ada perkawinan dengan gadis Aceh, setuju?

Ada tata cara sebelum mahar emas itu jatuh pada patokan wajib dipenuhi oleh seorang laki-laki. Salah satu penyebabnya adalah mahar ibu kandung, di mana penentuan mahar mengacu pada mahar ibu si gadis yang sedang dilamar, boleh sama tapi tak boleh kurang dari itu. Selain mahar ibu kandung juga dilihat dari penentuan mahar kakaknya yang terlebih dahulu dikawinkan.

Status sosial ini penting karena kata-kata lebih tajam dari pada pedang. Mahar yang berlaku di lingkungan sekitar adalah sebuah hal yang wajar. Jika pun dilihat dari besarnya, tak bisa dikatakan mahal atau tidak.

Contohnya saja, seorang gadis dilamar dengan mahar sebesar mahar ibunya. Jika gadis itu berusia 20 tahun, dan katakanlah anak pertama dengan  ibunya langsung hamil setelah menikah, mahar yang ditetapkan kadarnya adalah sama jika berada di 9 mayam emas walaupun harga emas berbeda. Masyarakat Aceh tidak melihat berapa harga emas namun besarnya itulah penentu segalanya.

Peunuwoe (barang perlengkapan)



Tak sebatas itu saja, seorang laki-laki yang sudah siap menikahi gadis Aceh bukan saja memiliki kewajiban menuaikan mahar doang. Laki-laki itu wajib membeli atau memenuhi perlengkapan pakaian kepada perempuan yang disebut peunuwoe.

Peunuwoe ini biasanya terdiri dari satu set bakal kain (pakaian belum jadi), perlengkapan kosmetik, alat-alat mandi, sepatu dan sandal, perlengkapan dapur (makan) seperti piring, cangkir, ceret, serta kebutuhan lain yang dianggap perlu. Duh... repotnya bukan?

Peunuwoe akan diberikan saat acara intat linto (antar mempelai laki-laki) ke rumah mempelai perempuan setelah melakukan ijab kabul. Estimasi biaya untuk peunuwoe memang tidak ditetapkan oleh pihak mempelai perempuan saat pertemuan dua keluarga.

Dana atau perlengkapan penting ini dibeli sesuai dengan kesanggupan mempelai laki-laki dan keluarganya. Walaupun tidak ditetapkan, peunuwoe ini wajib dan sudah menjadi adat. Tukan... uang lagi.

Selain perlengkapan wajib tadi, juga ikut dibawa perlengkapan hidup seperti hewan ternak (ayam atau kambing), beras, sayuran dan buah-buahan. Serah terima dilakukan di rumah mempelai perempuan yang sedang menggelar pesta preh linto (tunggu mempelai laki-laki).

Ada beberapa daerah Aceh yang memberlakukan peng angoeh (uang hangus). Uang hangus ini wajib diberikan kepada calon mempelai perempuan atau keluarganya sebelum proses ijab kabul (resepsi pernikahan).

Uang hangus biasanya telah ditetapkan saat penentuan mahar atau saat rapat. Besar uang hangus biasanya diestimasikan sebesar isi kamar pengantin di rumah mempelai perempuan, ada pula yang mematok langsung jumlah nominalnya, misalnya 3 juta rupiah.

Jika ada perjanjian uang hangus maka mempelai laki-laki wajib menunaikannya, jika belum dilunasi maka tidak dibenarkan masuk (pulang) ke rumah mempelai perempuan walaupun sudah terjadi ijab kabul. Hm... siapa sih yang tidak ingin pulang! Duriannya itu lho.

Sie Makmeugang (daging meugang)




Tradisi meugang di Aceh menjelang masuk bulan puasa Ramadhan mungkin terasa sangat berat bagi mempelai laki-laki, apalagi jika tak ada pekerjaan tetap. Pengantin baru wajib membawa pulang daging sapi atau kerbau ke rumah mertuanya.

Seandainya cukup sekitar dua kilo, mudah sekali. Tapi tidak begitu, daging yang wajib dibawa pulang berupa kepala kerbau atau pahanya. Masih banyak lagi, mempelai laki-laki juga harus membawa pulang bumbu beserta berasnya sekalian. Bagi mempelai laki-laki yang kondisi keungannya rendah akan terasa sangat menyiksa.

Terkadang, hal ini bisa membuat si laki-laki stres banget. Walaupun syaratnya seperti yang telah kita sebutkan, mau bagaimana lagi, hal itu sudah terjadi sejak turun-temurun. Bagi pria Aceh mungkin hal ini tidak lagi menarik untuk diketehui. Menikahi Gadis Aceh sangatlah rumit rumit. Masih adakah yang mau menikahi gadis Aceh?

Subscribe to receive free email updates: